Rabu, 02 Juli 2014

Curhat Secangkir #Kopi

JalaRasa, #Kopi
Ini adalah kopi Toraja, mungkin karena dari daerah asalnya sehingga kopi dinamakan  kopi Toraja, mari untuk menghentikan pembahasan tersebut. Satu hal yang menjadi kesalahan saya adalah, saya baru mengenal kopi ini sehingga cukup terlambat menyadari akan kenikmatan kopi tersebut. Tapi, rasa-rasanya itu bukan mutlak kesalahan saya.

Saat ini, saya tengah menanti cairan panas kopi ini yang sebenarnya sudah tak ada sisa kesabaran lagi. Mungkin menunggu adalah daya tarik atau mungkin ada tips menarik lainnya tentang tata cara menikmati kopi ini. Berbicara tips, sejujurnya saya hanya penikmat kopi, cukup itu saja.

Dalam menunggu saya merasakan  sepersekian detik sungguh berasa dan saya sebisa mungkin  memberikan kesabaran.Mungkin ini untuk sebagian orang terlalu dilebih-lebihkan, itu hak mereka untuk berpikir demikian. Tapi, jelas bagi saya, kopi Toraja bukan sekadar kopi dan cairan hitam ini terlalu personal bagi saya.

Bagi mereka yang telah merangkai tips menikmati kopi, untuk satu hal saya sepakat menikmati kopi secara perlahan-lahan, membiarkan rasa yang sebenarnya terungkap dibalik rasa pahit. Iya, kopi tanpa gula ini yang selalu saya pilih. Bagi yang tak suka dengan rasa pahitnya tak usah digubris atau mencaci.

Saya merasa enggan untuk berkomentar ria terhadap kopi apa yang mereka pilih, apakah manis, kopi susu, atau lain-lainnya, itu sama saja kopi.  Sama halnya dengan kondisi Indonesia jelang Pilpres 2014.

Peralahan namun pasti, berharap leyapkan rasa muak yang tak terbendung lagi. Membiarkan marah ikut terlarut pada kopi, hal yang masih saya  lakukan dan kuharap antara mereka demikian.  Naif benar jika kopi dikaitkan dengan perebutan kekuasaan.

Baiklah, kemarahan saya secara terang benderang. Inikah yang disebut fanatik? Menyimak berita yang saling menjatuhkan, komentar miring mungkin itu sudah hal yang lumrah dalam demokrasi. Coba tanyakan pada para pengamat?

Masih cukup lumrah, saat kabar meninggal seseorang disikapi secara politik, apakah cukup lumrah sebuah media dengan lihai menggiring untuk bersepakat ria mengatakan dirinya adalah seorang komiunis atau apa juga mendukungnya dengan membawa ke persoalan akherat.

Jelas, ini telah keterlaluan dan saya sendiri telah melanggar bahwa blog ini enggan diisi dari berbau politik.  Atas keberhasilnya mengubah alur blog ini, saya ucapkan Selamat dan semoga tak terselip sedikitpun rasa sesal telah mendukung secara gila.




 

0 komentar: